![]() |
Ust. KH. Miftahul Huda, M.Pd.I (Penyuluh Agama Kota Jambi) |
Hadis Ahad adalah salah satu kategori hadis berdasarkan jumlah perawi dalam setiap tingkatan sanad. Dalam ilmu musthalah al-hadis (ilmu terminologi hadis), hadis dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan kuantitas perawi:
1. Hadis Mutawatir: Diriwayatkan oleh sangat banyak perawi di setiap tingkatannya, sehingga mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.
2. Hadis Ahad: Tidak mencapai derajat mutawatir, karena jumlah perawinya tidak banyak.
Definisi Hadis Ahad
Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang atau beberapa orang, tetapi tidak sampai pada jumlah yang memberikan keyakinan mutlak seperti hadis mutawatir.
Pembagian Hadis Ahad
Ulama membagi hadis Ahad menjadi tiga tingkatan, berdasarkan jumlah perawi di setiap tingkatan sanad:
1. Hadis Masyhur
Diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih di setiap tingkatan sanad, namun tidak mencapai mutawatir.
Contoh: Hadis “إنما الأعمال بالنيات” (Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya), awalnya diriwayatkan oleh satu sahabat (Umar bin Khattab), lalu tersebar luas.
2. Hadis Aziz
Diriwayatkan oleh dua orang pada satu tingkatan sanad, dan bisa lebih dari dua di tingkatan lain.
Contoh: Hadis
“لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه”
(Tidak sempurna iman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri).
3. Hadis Gharib
Diriwayatkan oleh satu orang pada satu tingkat sanad.
Contoh: Hadis “إنما الأعمال بالنيات” pada awal sanadnya disebut juga hadis gharib, karena hanya diriwayatkan oleh satu sahabat.
Kedudukan Hadis Ahad dalam Hukum Islam
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah hadis Ahad dapat dijadikan dasar hukum, terutama dalam masalah akidah:
1. Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah (seperti Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama hadis):
Hadis Ahad yang shahih dan tidak bertentangan dengan dalil lain dapat dijadikan hujjah, baik dalam hukum fiqih maupun akidah.
Mereka menganggap hadis Ahad bisa menghasilkan ‘ilm zhanni (ilmu yang tidak bersifat pasti), namun cukup untuk amal dan keyakinan.
2. Sebagian ulama kalam (seperti Mu’tazilah dan sebagian Asy’ariyah):
Menolak penggunaan hadis Ahad dalam masalah akidah.
Alasannya karena hadis Ahad tidak memberikan keyakinan mutlak.
Syarat Hadis Ahad yang Diterima
Agar hadis Ahad bisa dijadikan hujjah, harus memenuhi syarat:
Sanadnya bersambung (tidak terputus).
Perawinya adil dan dhabith (terpercaya dan kuat hafalannya).
Tidak ada syadz (penyimpangan dari riwayat yang lebih kuat).
Tidak ada ‘illah (cacat tersembunyi).
Kesimpulan
Hadis Ahad adalah hadis yang tidak mencapai tingkat mutawatir.
Dibagi menjadi masyhur, aziz, dan gharib.
Mayoritas ulama menerima hadis Ahad yang shahih sebagai hujjah dalam hukum Islam.
Peranannya sangat besar, karena sebagian besar hadis dalam kitab-kitab sunnah adalah hadis Ahad. **(MH)
Komentar
Posting Komentar